BERDAMPINGAN: Sumiarsih dan anaknya, Sugeng, dimakamkan berdampingan di TPU Sama’an Malang, Jawa Timur, setelah dieksekusi kemarin.
MALANG (SINDO) – Mendung pekat yang memayungi langit Kota Malang, kemarin pagi, menjadi saksi bisu akhir perjalanan hidup Sumiarsih,60,dan Sugeng,44.
Cahaya temaram yang menyelimuti pemakaman umum Sama’an, Kecamatan Klojen,Kota Malang, mengiringi pemakaman sunyi dua terpidana mati kasus pembunuhan lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto, 13 Agustus 1988, silam. Reuni menyesakkan itu berakhir di lapangan tembak Sabtu (19/7) dini hari.
Dari beragam versi, lokasi tempat eksekusi Sumarsih dan Sugeng yang berhasil diendus wartawan adalah di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur. Sumiarsih bersama Sugeng dibawa keluar dari Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Kabupaten Sidoarjo, Jumat (18/7) sekitar pukul 23.50 WIB. Sebanyak enam mobil, dua di antaranya membawa Sumiarsih dan Sugeng, keluar menuju lokasi penembakan.
Dua mobil jenis Toyota Kijang masuk ke dalam RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso Polda Jatim yang letaknya di sisi selatan Mapolda Jatim.Tidak lama berselang sebuah mobil sejenis Toyota Kijang warna hitam dikawal dua mobil patroli dan pengawalan (patwal) masuk melalui pintu selatan Mapolda Jatim.
Sekitar pukul 00.18 WIB, SINDO mendapat informasi di dalam Mapolda Jatim telah terdengar suara tembakan. Sekitar pukul 00.30 WIB,empat mobil keluar dari Mapolda Jatim.Paling depan mobil Patwal, diikuti mobil Isuzu Panther hitam nopol B 8471 EX,lalu ambulans warna abuabu nopol N 1004 FA dan paling belakang adalah mobil patwal.Rombongan mobil itu menuju ke arah RSU dr Soetomo. Kematian Sumiarsih dan Sugeng terbilang begitu cepat.
Sebanyak 12 peluru tajam diarahkan ke jantung Sumiarsih dan Sugeng. Semua peluru berhasil mendarat tepat di dalam jantung. Ketika datang di RSU dr Soetomo pukul 00.45 WIB,dada sebelah kiri Sumiarsih dan Sugeng berlumuran darah. Ketua Forensik RSU dr Soetomo Prof Dr dr Sukri Ervan Kusuma SpF menuturkan, peluru tajam yang ditembakkan tim penembak Brimop Polda Jatim tidak ada yang meleset.
”Makanya Sumiarsih dan Sugeng langsung meninggal saat peluru menusuk jantungnya. Semuanya berhasil menembus badan jantung,”ujar Prof Sukri. Tim dokter forensik beranggotakan 12 dokter berhasil mengangkat semua peluru. ”Peluru yang dipakai memang tajam. Selain tepat mengenai jantung, peluru juga melesat melewati bagian dalam jantung,” ungkapnya.
Begitulah akhir perjalanan hidup keluarga Sumiarsih. Pada 13 Agustus 1988 silam, keluarga Letkol Marinir Purwanto dihabisi dalam tempo semalam di rumahnya Jalan Dukuh Kupang Timur XVII/- 24. Maut menjemput saat keluarga ini tertidur lelap. Pangkal perkara itu adalah utang-piutang yang tak pernah terbayar lunas. Purwanto mengelola sebuah rumah bordil di kawasan Dolly.
Sementara Sumiarsih dipercaya menjalankan bisnis esek-esek itu sejak tahun 1973.Puncak dari kepercayaan itu adalah ketika Sumiarsih bermaksud utang Rp37 juta kepada keluarga itu. Purwanto melepas uang tanpa jaminan kecuali rasa percaya. Pada 1988,Purwanto yang mengaku butuh uang meminta uangnya itu.Sumiarsih menyatakan sanggup membayar, tapi hanya Rp20 juta. Itu pun dibayar mengangsur selama beberapa minggu.
Sedangkan Rp17 juta sisanya digunakan untuk merenovasi rumah bordil milik Purwanto, untuk meningkatkan daya saing dengan bisnis sejenis di sekitarnya. Namun, lagi-lagi Purwanto tidak mau tahu. Dia minta Sumiarsih membayar tuntas utangnya dengan harus membayar minimal Rp3 juta per hari selama 10 hari. Kalau tidak,Sumiarsih akan dibawa ke kantor kesatuannya untuk diberi ”pelajaran”. Sumiarsih bingung bukan kepalang. Saking putus asanya, dia sempat mengajak suaminya,Djais Adi Prayitno, untuk mendatangi seorang dukun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar