Minggu, 27 Juli 2008 ] Batik Gempa tanpa Desain JOGJA - Belasan desainer Jogja dengan puluhan koleksi batiknya ambil bagian dalam pameran batik dan fashion show di gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Universitas Gajah Mada (UGM). Pameran tersebut bertajuk Batik Gempa. Disebut batik gempa karena para pembuatnya adalah warga Bantul Selatan yang notabene korban gempa. "Bikin batiknya di tempat seadanya, bekas terkena gempa," ujar Ketua Paguyuban Pencinta Batik Indonesia Sekar Jagad Suliantoro Sulaiman di sela-sela acara. Suliantoro menjelaskan, para korban gempa itu membuat batik tidak dengan rancangan desain. Mereka langsung membuat di atas kain. Tapi, produk yang dihasilkan juga tidak kalah. Kain-kain batik tersebut disulap menjadi pakaian bergaya modern. Ada setelan batik yang dipadukan dengan celana atau rok polos. Ada juga long dress batik yang tampak anggun walau dengan desain sederhana. Atau, gaya kerah mengembang dengan desain lengan puff bergaya 1980-an. Dengan model yang beragam itu, batik pun makin digandrungi kaum muda. Dita, siswa SMK 6 Jogjakarta, misalnya, mengaku senang dengan batik. "Ya, batik kan kini lagi ngetren. Kebetulan, TA (tugas akhir, Red)-ku juga tentang batik, jadi ini menambah inspirasi," ujar siswi yang mengambil jurusan desain di sekolahnya tersebut. Ternyata, tidak semua motif batik bisa disebut batik. Menurut Suliantoro, batik printing yang biasa dijual di pasar-pasar itu sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai batik. Batik yang sesungguhnya adalah batik yang diproses secara manual dengan canting. "Istilah batik itu sudah salah kaprah,'' terangnya. Dengan acara tersebut, penyelenggara berharap agar batik canting lebih dikenal di masyarakat. Para perajin batik juga makin produktif. (m3/m7/jpnn/ruk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar